Pasar Modern VS Pasar Tradisional

PASAR MODERN VS PASAR TRADISIONAL

Kegiatan perekonomian dapat dikatakan berjalan apabila terjadinya transaksi perdagangan.  Salah satu transaksi perdagangan adalah transaksi yang terjadi di pasar baik di pasar modern maupun pasar tradisional.  Sebelum membahas lebih jauh masalah pasar modern dan pasar tradisional, marilah kita lihat pengertian dari masing-masing pasar.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.420/MPP/Kep/10/1997, Pasar adalah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk, yang menurut kelas mutu pelayanan dapat digolongkan menjadi Pasar Tradisional dan Pasar Modern, dan menurut sifat pendistribusiannya dapat digolongkan menjadi Pasar Eceran dan Pasar Perkulakan/Grosir.  Dan Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Swasta, Koperasi atau Swadaya Masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda, yang dimiliki dan dikelola oleh Pedagang Kecil dan Menengah, dan Koperasi, dengan usaha skala kecildan modal kecil, dan dengan proses jual beli melalui tawar-menawar.  Sedangkan Pasar Modern adalah pasar yang dibangun oleh Pemerintah, Swasta, atau Koperasi yang dalam bentuknya berupa Mal, Supermarket, Department Store, dan Shopping centre dimana pengelolaannya dilaksanakan secara modern, dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada di satu tangan, bermodal relaitf kuat, dan dilengkapi dengan label harga yang pasti.

Dilihat dari pengertian tergambar perbedaan antara pasar modern dengan pasar tradisonal.  Di dalam pasar tradisional antara pembeli dengan penjual terdapat interaksi dengan adanya proses tawar menawar yang tidak terdapat di pasar modern dimana sudah tertera label harga yang pasti.  Tidak jarang proses interaksi yang terjadi di pasar bisa terus berlanjut menjadi proses silaturahmi di luar lingkungan pasar.

Seirng perkembangannya pasar modern mengalami perkembangan yang cukup signifikan.   Semakin banyak mal, shopping centre, department store berkembang di kota-kota baik kota kecil maupun kota besar.  Termasuk mini market kini pun sudah merambah ke pemukiman-pemukiman yang mengakibatkan warung-warung dan pasar tradisional pun semakin tersingkir.  Pola pikir dan gaya hidup yang modern mengakibatkan masyarakat lebih memilih berbelanja di pasar modern ketimbang di pasar tradisional.  Faktor kenyamanan juga menjadi salah satu alasan orang lebih senang belanja di Mall,Trade Centre, Department Store dan Shopping Centre lainnya, mereka beranggapan berbelanja di pasar modern lebih nyaman, dingin dan terjamin kebersihannya daripada harus belanja di pasar tradisional yang kotor, becek dan bau dengan sampah yang menggunung.  Di samping itu pasar retail sering menggelar diskon yang tidak mungkin didapatkan di pasar tradisional.

Keadaan yang seperti ini seharusnya mendapatkan perhatian penuh dari Pemerintah untuk melindungi dan membenahi pasar tradisional dimana di dalamnya banyak pengusaha kecil yang menggantungkan hidupnya di sana.  Namun hingga kini pemerintah tetap saja lebih memihak kepada para pemilik modal dan terus-terusan mengembangkan pasar modern.  Padahal sudah ada Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.420/MPP/Kep/10/1997 tentang syarat Pendirian Pasar Modern yaitu:

  1. Luas tanah minimal 2.000 meter persegi
  2. Tinggi bangunan dan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan daerah yang dikaitkan tatanan kebutuhan ruang sesuai dengan RTRWK dan RDTRWK.
  3. Lokasi Pasar harus berada di lingkungan dengan lebar jalan raya minimal 12 meter jarak dari persimpangan sedikitnya 200 meter, serta tersedia lapangan parkir resmi yang memadai.
  4.  Keberadaan Pasar Modern harus mempertimbangkan keberadaan Pedagang Kecil dan Menengah, Koperasi, serta Pasar Tradisional.
  5. Memperoleh ijin Khusus Pasar Modern dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

Namun masih ada saja pembagunan Trade Centre yang tidak jauh dari pasar tradisional.  Hal ini jelas-jelas sangat mengganggu para pedagang kecil yang ada di dalamnya karena mereka harus bersaing dengan para pemilik modal yang besar.

Itikad baik pemerintah untuk merenovasi pasar tradisional untuk membuat pasar tradisional menjadi lebih nyaman memang pantas diacungi jempol, akan tetapi pada kenyataannya pemerintah keberatan mengeluarkan dana yang besar untuk meronovasi semua pasar tradisional.  Budget yang dialokasikan  sebesar Rp 240 Miliar oleh PD.Pasar Jaya untuk merenovasi 90 pasar tradisional yang ada di Jakarta memang sangat besar dan itu pun tidak semua pasar terjaring untuk direnovasi.  Dalam Hal ini PD.Pasar Jaya belum tentu sepenuhnya berpihak kepada pedagang kecil, karena penghuni baru pasar hasi renovasi belum tentu pedagang lama melainkan pedagang baru dengan kemampuan keuangan yang kuat dikarenakan harga kios baru yang cukup tinggi dibanding kios mereka yang lama.  Inilah akhirnya yang menjadikan mereka semakin tersingkir dan akhirnya gulung tikar.

Fenomena yang terjadi ini memang sangat miris untuk dilihat, dimana di satu sisi pemerintah memberikan kepada pemilik modal untuk mengembangkan usahanya, di sisi lain pemerintah telah meneggelamkan usaha kecil yang mengakibatkan perekonomian kita menjadi semakin porak-poranda karena yang besar semakin besar dan yang kecil semakin terhimpit dan kemudian tersingkir.

Dengan kata lain Pemda memaksakan berdirinya pasar retail dengan cara menggusur pedagang yang ada di pasar tradisional dengan dalih adalah untuk ketertiban dan kebersihan padahal setelah penggusuran itu maka dibangunlah pasar retail.

Disinilah terlihat bahwa pemerintah lebih memihak kepada pemilik modal, belum lagi harga yang ditawarkan oleh pasar modern bisa lebih murah dari pasar tradisional, karena mereka berhasil menekan para pemasok.  Salah satu kasus yang sedang marak adalah merajainya Bisnis retail yang dilakukan oleh Carrefour, apalagi setelah ia mengakuisisi saham PT Alfa Retailindo Tbk pada tanggal 21 Januari 2008, hal ini berdampak pada banyak pihak, maka dari itu KPPU melaporkan kasus ini kepada pengadilan.  Carrefour diduga melancarkan praktek monopoli di dalam bisnis retail, karena ia merasa telah menguasai lebih dari 84% sector retail maka ia membebankan sayarat perdagangan (trading term) yang tinggi kepada pemasok apalgi pemasok yang sangat menggantungkan hasil produksinya kepada Carrefour, maka ia akan lebih menekan pemasok tersebut.  Di sini terlihat jelas bahwa pemerintah bekerja tidak serius dalam mengawasi perdagangan yang di Indonesia.  Bukan hanya yang pengusaha besar bersaing menekan pedagang kecil, tetapi pengusaha besar juga bersaing untuk menyingkirkan pengusaha besar lainnya.

Dengan adanya kasus ini pemerintah seharusnya bisa lebih cepat tanggap dalam melihat setiap persaingan yang ada.  Dan semua dilakukan dengan cara yang sehat bukan dengan adanya satu pihak yang berkuasa atas dunia perdagangan.

Memang bukan hal yang mudah bagi pemerintah untuk mengatasi setiap masalah ekonomi yang ada, tetapi kesejahteraan rakyat berada pada setiap peraturan dan kebijakan yang dibuat.  Kita akui memang bisnis retail cukup merugikan pedagang kecil tetapi di sisi lain bisnis retail saat ini cukup banyak menyerap tenaga kerja, dan berdampak positif untuk mengurangi jumlah pengangguran yang ada di Indonesia.  Inilah yang menjadi dasar pertimbangan pemerintah dalam memberikan ijin untuk mendirikan pasar retail.

Namun pemerintah juga harus memikirkan nasib para pedagang kecil yang terdapat di pasar tradisional, salah satunya dengan memberikan Kredit Usaha Kecil (KUK).  Program untuk membangun Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) dengan menggelontorkan kredit terhadap usaha–usaha masyarakat dalam bentuk usaha kecil sperti warung,kios dan usaha ternak.  Aryinyaini karena terjadi krisis.  Sebenarnya program ini hanyalah mengulang program pemerintahan yang sudah–sudah.  Dahulu beberapa program seperti P2KP, Pemberdayaan Perempuan Pedesaan, dan Kredit Usaha Kecil.  Kesemuanya tidak ada laporan hasil pelaksanaanya.  Disini terlihat hasilnya tidak ada, terbukti tidak ada berkembangnya perekonomian Indonesia pawska di jalankannya program-program tersebut.  Di sisi lain, program-program tersebut marak dengan “korupsi” di tataran pelaksanaan.  Karena memang  program ini tidak dirancang dengan baik agar bagaimana program sampai ke masyarakat yang berhak, mekanisme pengawasan agar uang negara kembali sehingga bisa di manfaatkan masyarakat lainnya.  Selain korupsi juga nepotisme, karena pejabat pelaksanaannya sdalah kepala desa.  Sehingga hanya orang dekat dan yang di kenal saja yang mendapatkannya.  Program ini tidak sepenuhnya untuk kepentingan ekonomi rakyat.  Karena praktek kebijakan pemerirntah untuk perekonomian secara menyeluruh di kota-kota maupundi daerah kabupaten yang dijalankan selama ini, maka kita akandapatkan sebuah kesimpulan bahwa usaha kecil yang didorong dengan kredit  (kalau berhasil) akan berhadapan dengan retail-retail yang dijadikan trend pemerintah dalam menjalankan pola pemasaran perdagangannya.  Ditinjau dari sisi lain keberadaan retail sebenarnya telah mematikan usaha kecil, baik petani kecil, peternak atau usaha-usaha kecil lainnya.  Karena memakai logika pasar dalam kapitalisme maka persaingan menjasdi hal yang wajib hukumnya.  Petani kecil akan tergantung (kalau tidak mau terlindas) oleh tengkulak atau bandar yang menjadi pemasok retail tersebut untuk hasil-hasil pertanian.  Demikian juga di usaha-usaha kecil lainnya mengalami hal serupa. Karena tergantung maka nilai harganya tidak memiliki harga tawar dan lebih dipatok oleh pemasok tersebut.  Usaha-usaha kecil yang masuk dalam retail akan mati dengan sendirinya, karena tidak ada ruang untuk padar tradisional.  Keberadaan pasar, khususnya yang tradisional, merupakan salah satu indikatorpaling nyata kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah.  Pemerintah harus concern terhadap keberadaan pasar tradisional sebgai salah satu sarana public yang mendukung kegiatan ekonomi masysarakat.  Perkembangan zaman dan perubahan gaya hidup yang dipromosikan begitu hebat oleh berbagai media telah membuat eksistensi psasr tradisional menjadi sedikit terusik.  Namun demikian, pasar tradisional ternyata masih mampu untuk bertahan dan bersaing ditengah serbaun pasar modern dalam berbagai bentuknya.  Kenyataan ini dippppengaruhi oleh beberapa sebab.

  1. 1.    Karakter/Budaya konsumen.  MEskipun informasi tentang gaya hidup modern dengan mudah diperoleh, tetapi tampaknya masyarakat masih memilki budaya untuk tetap berrkunjung dan berbelanja ke pasar tradisional.  Terdapat perbedaan itulah adalah di pasr tradisional masih terjadi proses tawar-menawar harga, sedangkan di pasar modern harga sudah pasti ditandai dengan label harga.  Dalam proses tawar-menawar terjalin kedekatan personal dan emosionalantara penjual dan pembeli yang tidak mungkin didapatkan ketika berbelanja di pasar modern.
  2. 2.    Revitalisasi Pasar Tradisonal.  Pemerintah seharusnya serius dalam menata dan mempertahankan eksistensi pasar tradisional.  Pemerintah menyadari bahwa keberadaan pasar tradisional sebagai pusat kegiatan ekonomi masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas.  Perhatian pemerintahtersebut dibuktikan dengan melakukan revitalisasi pasar tradisional di berbagai tempat.  Target yang dipasang sangat sederhana dan menyentuh hal yang sangat mendasar.  Selama ini pasar tradisional selalu identik dengan tempat belanja yang kumuh, becek, serta bau, dan karenanya harus didatangi oleh kelompok masyarakat kelas bawah.  Gambaran pasar sperti di atas harus diubah menjadi tempat yang bersih dan nyaman bagi pengunjung.  Dengan demikian masyarakat dari semua kalangan akan tertarik untuk dating dan melakukan transaksi di pasar tradisional.
  3. Regulasi.  Pemerintah memang mempunyai hak untuk mengatur keberadaan pasar tradisional dan pasar modern.  Tetapi aturan yang di buat pemerintah itu tidak boleh diskriminatif dan seharusnya justru tidak membuat dunia usaha mandek.  Pedagang kecil, menengah, besar, bahkan perantara ataupun pedagang took harus mempunyai kesempatan yang sama dalam usaha.

Sedikit kita rangkum kebijakan apa yang telah pemerintah lakukan untuk melindungi pasar tradisional, Beberapa kebijakan pemerintah.  Antara lain:

  1. Memberikan persyaratan dalam pendirian pasar modern.  Walaupun pada akhirnya kebijakan ini dilanggar.  Karena pemda sendiri lebih baik menggusur pasar tradisional yang ada dan menggantinya pasar retail yang besar.  Sudah ada beberapa kasus yang akhirnya mencuat ke permukaan.  Selain digusurnya pasar trasdisional, pemda pun mengizinkan daerah resapan air digantikan dengan pembangunan pasar modern yang akibatnya terjadi banjir di wilayah tersebut.
  2. Membangun/Merenovasi pasar modern.  Kedengarannya mengenakan di telinga para pelaku tradisional.  Ironisnya hasilnya tidak seperti yang mereka harapkan.  Mereka terpaksa pergi dari pasar tempat pertama mereka berdagang karena tidak membeli kios baru dengan harga yang tinggi.  Terkesan disini bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh membantu para pelaku pasar tradisional.
  3. Memberikan bantuan kredit kepada UKM (Usaha Kecil Menengah) melalui KUK (Kredit Usaha Kecil).  Tapi dalam prakteknya penyampaian kredit banyak disusupi oleh praktek korupsi karena program yang ada tidak dirancang dengan baik dan kurangnya mekanisme pengawasan.

PERANAN MEDIA MASSA

Media massa dan pemerintah merupakan sesuatu yang tidak pernah dapat dipisahkan.  Karena pada kenyataannya pers sangat berpoeran bagi pemerintah sebagai alat untuk menjembatani antara pemerintah dengan rakyat.  Sesuai dengan fungsinya as a watch dog (anjing penjaga), pers bertugas untuk mengawasi ( control) dalam menentukan stiap kebijakan-kebijakan yang akan diambilnya dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan.  Dengan adanya berita yang diinformasikan oleh pers pemerintah jadi bisa mengetahui situasi perekonomian yang berjalan sehingga pemerintah dapat mengambil langkah untk menetapkan kebijakan-kebijakan salah satunya dalam mengatasi persaingan perdagangan baik yang terjadi di sector retail dalam hal ini pasar modern maupun yang terjadi di pasar tradisional, yaitu persaingan antar pedagang.  Selain itu pers juga dapat memberitakan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi oleh para pemilik modal, serta sepak terjang para tengkulak di dalam rantai distribusi perdagangan.

Posted on Juli 6, 2011, in Komunikasi Sosial and tagged . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar